Manusia Penghuni Langit
Semoga
melimpahkan Berkah shalawat atas Nabi Muhammad dan atas keluarga
besarnya dan keturunannya menurut jumlah segala sesuatu yang
diketahui-Mu. Saya memohon pengampunan dari Yang Maha Agung, Tiada Dia
selain Allah, Yang Maha Sempurna Hidup dan Diri berkelanjutan dan aku
berbalik kepada-Nya dengan pertobatan. Wahai Yang Sesungguhnya Hidup dan
Maha Sempurna.
Sholawat ini juga dirumuskan oleh Uwais
Al Qorni. Seorang pemuda bermata biru yang hidup sezaman dengan
Rasulullah SAW, ahli membaca Al-Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya
dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya
untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh
penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Pemuda dari Yaman ini yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Pemuda dari Yaman ini yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba
dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan
ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di
malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada
masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah
mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa,
yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar
berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di
dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang
di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais
selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah
memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad
SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah
tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap
melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah
“bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia
sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan
yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak
punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan
adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran
Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari
batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia
segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan
sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah
melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak
terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais
merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi
Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang
sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri,
hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi
menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa
terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan
berkata, “Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila
telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia
berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang
akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani
ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang
ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat
ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak
peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas
yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu
dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang
sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi
SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah
Sayyidah Fathimah binti Muhammad SAW, sambil menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang
ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah
melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari
jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam
hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan
perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan
masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan
itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan
ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon
pamit kepada Sayyidah Fathimah a.s. untuk segera pulang ke negerinya.
Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan
perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW
langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi
Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat
kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah a.s.
dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi Sayyidah Fathimah a.s.,
memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke
Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat
meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah SAW bersabda : “Kalau kalian
ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai
tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW,
memandang kepada Imam Ali bin Abi Thalib a.s. dan Umar bin Khattab dan
bersabda, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah
do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni
bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama
kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah di
estafetkan Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar
teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni
langit. Ia segera mengingatkan kepada Imam Ali a.s. untuk mencarinya
bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau
berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka.
Di antara kafilah-kafilah itu ada yang
merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari
oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih
berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut
bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan
kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar bin Khattab dan
Imam Ali a.s. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut
bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan
sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban
itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali a.s. memberi salam. Namun
rupanya Uwais sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri shalatnya,
Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.
Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar! Dia
penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah
nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun
tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi
siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya
Uwais al-Qorni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah
bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat
turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar
dan Imam Ali a.s. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata kepada
khalifah, “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar
perkataan Uwais, Khalifah berkata, “Kami datang ke sini untuk mohon do’a
dan istighfar dari anda”.
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais
al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan
istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang
negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja
Uwais menolak dengan halus dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini
saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba
yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali
tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah
bertemu dan di tolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas
kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka
angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak
menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan
menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang
laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami
tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan
melakukan salat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian
itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami!” tetapi lelaki itu tidak
menoleh. Lalu kami berseru lagi, “Demi Zat yang telah memberimu kekuatan
beribadah, tolonglah kami!” Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
“Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah!” katanya.
“Kami telah melakukannya.”
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah!” katanya.
“Kami telah melakukannya.”
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!”
Kami pun keluar dari kapal satu persatu
dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa
lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami
berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak
apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi
Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya,
“Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang
fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
“Ya, “jawab kami. Orang itu pun
melaksanakan salat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais
al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air,
lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah,
kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah,
tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar
kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah. Anehnya, pada saat dia
akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani,
di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak
menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali
kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar
biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan
untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang
fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika
jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada
orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk
kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah
sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal,
hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah
sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau
telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing
yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian
banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi,
hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah
penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak
terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Inilah keistimewaan Uwais dibanding orang
kebanyakan karena jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari
kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia
justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at,
ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah
Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang
ketinggalan karenanya. @@@
Sumber: buku Motivasi islam
0 comments:
Post a Comment